Minggu, 31 Mei 2009

Saatnya Hijrah Ke Sistem Syariah

Pembangunan yang tidak membawa perbaikan hidup masyarakat sudah seharusnya membuat seluruh komponen masyarakat berusaha menyadari dan menyelesaikan problem yang mereka hadapi. Namun kelatahan pada tradisi demokrasi dalam penentuan kebijakan publik telah mengalihkan perhatian kita pada permasalahan riil rakyat. Saat tangan-tangan Kapitalisme Global dan Kapitalisme Lokal menggerogoti perekonomian negeri ini, elit politik membawa masyarakat sibuk dengan urusan Pemilu dan Pilkada yang menguras tenaga dan keuangan negara dan daerah.

Kemiskinan dan ketimpangan, pemanasan global dan kerusakan lingkungan, merupakan buah nyata sikap pengambil kebijakan yang mengabaikan konsep Islam dalam kebijakan publik. Jiwa sekuler telah membatu dalam pemahaman pelaku pengambil kebijakan, sehingga memandang agamanya sendiri hanya mengatur urusan ritual saja, sedangkan urusan kebijakan publik diserahkan kepada konsep-konsep sekuler yang datang dari Barat. Mengenai kemiskinan, Rasulullah SAW bersabda: “kemiskinan itu menjadikan seseorang kufur.”(HR. Abu Nu’aim). Hadist ini menunjukkan kemiskinan harus dihapus dari muka bumi. Namun bagaimana mungkin kemiskinan dapat dihilangkan bila akses modal dan usaha tidak diberikan dengan jalan yang mudah? Berharap pada lembaga keuangan ribawi adalah tidak mungkin. Justru pada saat masyarakat kesulitan modal, perbankan Indonesia, BUMN/BUMD, dan pemerintah daerah mengendapkan uang publik di SBI sebesar Rp 300 trilyun lebih untuk mendapatkan keuntungan bunga. Satu-satunya harapan ada pada pemerintah.

Hanya saja berharap pada pemerintah saat ini merupakan sebuah utopia. Pandangan Liberal dan pasar bebas bapak ekonomi Kapitalis Adam Smith dipilih sebagai konsep paten pemerintah dalam mengelola kebijakan ekonomi, meskipun terbukti penerapannya di seluruh dunia menyebabkan kesengsaraan. Padahal sejak 14 abad yang lalu Rasulullah SAW sudah mengingatkan bahwa negara tidak boleh berlepas-tangan terhadap kebutuhan rakyatnya. Rasulullah bersabda: “Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), dan ia akan diminta pertanggungjawabannya terhadap rakyatnya” (HR. Bukhari dan Muslim).

Sejatinya Pemerintah harus fokus dalam melakukan pembangunan ekonomi yang berkualitas, yaitu pembangunan ekonomi yang menciptakan kesempatan kerja yang memadai, sekaligus menurunkan angka kemiskinan. Stabilitas makroekonomi saat ini merupakan suatu kondisi yang dibutuhkan tetapi belum merupakan kondisi yang cukup dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah dan masyarakat harus menyadari bahwa kebijakan-kebijakan yang diterapkan di bidang ekonomi selama ini semakin kapitalistik. Faktanya, ia tidak memberikan kemaslahatan bagi masyarakat, tetapi penderitaan yang berkepanjangan bagi mereka. Perekonomian seharusnya tegak berdiri di atas sektor real, bukan sektor nonreal. Sektor real yang dimaksud di sini adalah usaha produksi, perdagangan, dan jasa yang sesuai dengan Syariah, bukan yang sesuai dengan hukum buatan manusia seperti Kapitalisme. Oleh karena itu, sudah saatnya kita menggusur Kapitalisme baik sebagai Sistem Ekonomi maupun sebagai Ideologi (sistem kehidupan) dari Indonesia. Alternatif praktis untuk mengikis sampai ke akar-akarnya adalah dengan mengubah ideologi dan sistem negara, termasuk sistem ekonominya, dengan disertai revolusi pemikiran masyarakat menjadi masyarakat yang islami sehingga tidak terjadi lagi eksploitasi di dalam masyarakat.

Oleh karena itu momentum “Hijrah” saat ini merupakan langkah nyata untuk menyelesaikan problema ekonomi kita. Hijrah dari paradigma Kapitalis-Sekuler menuju paradigma Islam merupakan suatu keharusan, sebagaimana hijrahnya Nabi bersama para sahabat dari sistem jahiliyah yang pernah hidup di Mekah ke sistem Islam yang beliau bangun di Madinah. Hijrah dari paradigma Liberal Adam Smith ke paradigma pemelihara dan pengatur urusan umat. Sekularisme yang melahirkan ekonomi Kapitalis yang telah terbukti gagal dan menyengsarakan umat. Sudah saatnya negeri ini mengadopsi sistem Syariah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar